Kamis, 20 Juni 2013

Teknik Pembelajaran Kelompok Buzz (Buzz Group)

    Teknik pembelajaran Kelompok Buzz diperkenalkan oleh seorang pendidik dan ahli sosiologi Morgan,et al pada tahun 1976. Kata ”Buzz” berasal dari bahasa Inggris yang berarti ”dengungan”. Disebut dengungan karena dalam pelaksanaannya akan terdengar suara mendengung seperti lebah akibat banyaknya kelompok –kelompok kecil yang berbicara (berdiskusi). Menurut Sudjana (2001) dalam bukunya Metode dan Teknik Partisipatif, Teknik Kelompok Buzz merupakan teknik sederhana untuk menggali informasi dan perasaan dalam suasana orang berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil (dua orang atau lebih). Selanjutnya menurut Roestiyah (2008:9) Buzz Group adalah suatu kelompok besar yang dibagi menjadi 2 (dua) sampai 8 (delapan) kelompok yang lebih kecil untuk memecahkan satu permasalahan yang dihadapi kelompok besar kemudian kelompok kecil ini diminta untuk melaporkan hasil diskusi yang mereka lakukan kepada kelompok besar. Trianto (2009) mendefinisikan Kelompok Buzz sebagai kelompok aktif yang terdiri dari 3-6 orang siswa untuk mendiskusikan ide siswa untuk memecahkan masalah pada satu materi pelajaran. 

    Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik Kelompok Buzz merupakan teknik diskusi kelompok jangka pendek yang sederhana untuk menggali informasi dan perasaan siswa untuk memecahkan

Selasa, 19 Maret 2013

Alamat E-mail Surat Kabar Seluruh Indonesia

Bagi teman-teman yang ingin menerbitkan karya berupa tulisan di surat kabar, kali ini saya berbagi alamat e-mail surat kabar seluruh indonesia. Semoga bermanfaat. 

JAKARTA
Majalah Horison
Untuk Puisi: horisonpuisi@centrin.net.id
Untuk Cerpen: horisoncerpen@centrin.net.id
Untuk Esai: horisonesai@centrin.net.id

Kompas
Untuk Cerpen/Esai: opini@kompas.com, opini@kompas.co.id
Untuk Puisi: hasif@gmx.net

Republika
Untuk Cerpen/Puisi/Esai: sekretariat@republika.co.id atau ahmadun21@yahoo.com

Suara Pembaruan
Untuk Cerpen/Puisi/Esai: willy@suarapembaruan.com, sastra@suarapembaruan.com

Sinar Harapan
Untuk Cerpen/Puisi/Esai: redaksi@sinarharapan.co.id, info@sinarharapan.co.id

Aliran Pendidikan: Eksistensialisme

   Aliran ini tidak menghendaki adanya aturan-aturan pendidikan dalam segala bentuk. Dan karena itu pula eksistensialisme menolak segala bentuk pendidikan termasuk yang ada sekarang. 

- Ibnu Mizkawih Mis dalam bukunya Tahzib akhlak berpendapat bahwa tiap benda itu mempunyai form atau bentuknya masing-masing sehingga tidak bisa menerima bentuk lain. 
- Ibnu Sina berpendapat bahwa “seorang anak telah mempunyai kemampuan alamiah, akan tetapi mengendalikan kemampuan tersebut tidak cukup untuk mendidik seseorang dan harus ada faktor-faktor lainnya 
- Menurut al – Gazhali, anak yang lahir telah membawa fitrahnya sendiri kecenderungan-kecenderungan serta warisan dari orang tuanya. 
- Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa : “Ada beberapa aliran yang mewarnai dunia pendidikan terutama cara memandang manusia sebagai subjek” sekaligus obyek.

Aliran Pendidikan: Konvergensi

   Aliran dipelopori oleh William Sterm. Ia berpendapat bahwa natura hereditas dan miliu saling berkaitan dan saling memberi pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia. Secara kodrati, manusia telah dibekali dengan bakat atau potensi. 
   Aliran ini dipelopori oleh William Stern (1871-1938). Aliran ini semakin dikenal setelah kedua aliran sebelumnya yakni empirisme dan nativisme tidak lagi banyak memiliki pengikut. Inti ajaran konvergensi adalah bahwa bakat, pembawaan dan lingkungan atau pengalamanlah yang menentukan pembentukan pribadi seseorang. Sehubungan dengan hal itu teori. Konvergensi yang dikemukakan William Stern berpendapat bahwa: 
Pendidikan memiliki kemungkinan untuk dilaksanakan, dalam arti dijadikan penolong kepada anak untuk mengembangkan potensi. Yang membatasi hasil pendidikan anak adalah pembawaan dan lingkungannya.
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, aliran konvergensi dipandang lebih realistis, sehingga banyak diikuti oleh para pakar pendidikan.

Aliran Pendidikan: Naturalisme

   Aliran naturalisme dipelopori oleh Jean Jacques Roessewaw (1712-1778) ialah berpendapat bahwa “segala sesuatu yang datang dari alam itu adalah baik, tetapi setelah tiba pada manusia bisa saja ia menjadi. Maka untuk membimbing seorang anak cukuplah berdasarkan pada keinginan dan pembawaannnya. Ia beranggapan bahwa lingkungan adalah sumber dari segala keburukan” Pandangan yang ada persamaannya dengan nativisme adalah aliran naturalisme (Umar Tirtarahardja, 2000:197).
   Lahirnya aliran ini dipelopori oleh J.J Rousseau, yang mengamati pendidikan. Ditulis dalam bukunya yang berjudul “Emile” menyatakan bahwa anak yang dilahirkan pada dasarnya dalam keadaan baik. Anak menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan hanya memiliki kewajiban memberi kesempatan kepada anak untuk tumbuh dengan sendirinya. Pendidikan sebaiknya diserahkan kepada alam. Oleh karena itu ciri utama aliran ini adalah bahwa dalam mendidik seorang anak hendaknya dikembalikan kepada alam agar penbawaan yang baik tersebut tidak dirusak oleh pendidik.

Aliran Pendidikan: Nativisme

  Aliran berpendapat bahwa “anak lahir sudah mempunyai potensi yang mempengaruhi hasil dari perkembangan selanjutnya”. Pendidikan sama sekali tidak mempunyai daya atau kekuatan untuk mempengaruhi anak pendidikan hanya memberi polesan kulit luar dari tingkah laku sosial anak sedangkan bagian internal dari kepribadian anak didik tidak di tentukan. 
   Menurut Zahara Idris(1992:6) nativisme berasal dari bahasa latin nativus berarti terlahir. Seseorang berkembang berdasarkan pada apa yang dibawanya sejak lahir. Adapun inti ajarannya adalah bahwa perkembangan seseorang merupakan produk dari faktor pembawaanyang berupa bakat. Aliran ini dikenal juga dengan aliran pesimistik karena pandangannya yang menyatakan, bahwa orang yang “berbakat tidak baik” akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik, Begitu pula sebaliknya. Namun demikian aliran ini berpendapat bahwa pendidikan sama sekali tidak berpengaruh terhadap perkembangan seseorang, sehingga bila pendidikan yang diberikan tidak sesuai dengan pembawaan seseorang maka tidak akan ada gunanya.

Aliran Pendidikan: Empirisme

   Aliran empirisme dipelopori oleh “John Lock (1632-1704) terkenal dengan tahu ia rasa, aliran ini menekankan arti penting dari pengalaman dan lingkungan dalam mendidik anak. Aliran ini bertentangan dengan nativisme dan naturalisme. 
   Aliran ini dimotori oleh seorang filosof berkebangsaan inggris yang raionalis bernama John Locke (1632-1704). Aliran ini bertolak dari Lockean tradition yang lebih mengutamakan perkembangan manusia dari sisi empirikyang secara eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan sebagai sisi internal manusia (Umar Tirtarahardja,2000:194). Secara etimologis empirisme berasal dari kata empiri yang berarti pengalaman. Pokok pikiran yang dikemukakan oleh aliran ini menyatakan bahwa pwngalaman adalah sumber pengetahuan, sedangkan pembawaan yang berupa bakat tidak diakuinya. Menurut aliran empirisme bahwa pada saat manusia dilahirkan sesungguhnya dalam keadaan kosong bagaikan “tabula rasa” yaitu sebuah meja berlapis lilin yang tidak dapat ditulis apapun di atasnya. Sehingga pendidikan memiliki peran yang sangat penting bahkan dapat menentukan keberadaan anak. 
   Pendidikan dikatakan “Maha Kuasa” artinya Pendidikan memiliki kekuasaan dalam menentukan nasib anak. John Locke menganjurkan agar pendidikan disekolah dilaksanakan berdasarkan atas kemampuan rasio dan bukan perasaan. Aliran ini meyakini bahwa dengan memberikan pengalaman melalui didikan tertentu kepada anak, maka akan terwujudlah apa yang diinginkan. Sementara itu pembawaan yang berupa kemampuan dasar yang dibawa seseorang sejak lahir diabaikan sama sekali. Penganut aliran ini masih berkeyakinan bahwa manusia dipandang sebagai makhluk yang dapat dimanipulasi karena keberadaannya yang pasif.

Aliran Pendidikan: Konstruktivisme

   Lebih dua dasa warsa terakhir ini , dunia pendidikan mendapat sumbangan pemikiran dari teori kontruktivisme sehingga banyak negara mengadakan perubahan secara mendasar terhadap sistem dan praktik pendidikan mereka bahkan kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pun tak luput dari pengaruh teori ini. Paul Suparno dalam "Filsafat Konstuktivitas dalam pendidikan " mencoba mengurai implikasi filsafat konstruktivisme dalam pendidikan.
   Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld) . pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut. 
   Jean Piaget adalah Psikolog pertama yang menggunkan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuanya dikenal dengan teori adaptasi kognitif, sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup , demikian juga struktur pemikiran manusia, manusia bertentangan dengan tantangan , pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secara kognitif (mental). untuk itu manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. proses tersebut meliputi :

Aliran Pendidikan: Perenialisme

   Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh, Pernialisme berasl dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu . perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif, perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. jalan yang ditempuh oleh kaum perenialisme adalah dengan jalan mundur kebelakang, dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh. dalam pendidikan kaum perenialisme perpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat dari pada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam prilaku pendidikan. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatianya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. perenialisme memnadang pendidikan sebagi jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal. 

   Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi bad sekarang, jadi siakp kembali kemasa lapau itu merupakan konsep bagi perenialisme dimana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.   

Aliran Pendidikan: Esensialisme

    Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal perabadan manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan Progresivisme. perbedaanya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana serta terbuka untuk perubahan , toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu, essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai kejelasan dan tahan lama yang memberikan kesetabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. 

    Idealisme dan realisme adalah filsafat yang membentuk corak Esen sial , akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya masing-masing yang disebu Essensialisme, karena timbul pada zaman itu, essensialisme adalah konsep meletakan sebagian ciri alam pikir modern, Essensialisme pertam-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. maka disusunlah konsep sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman. 

Tokoh-tokoh Aliran esensialisme. 
1. George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)
2. George Santayana

Aliran Pendidikan: Progresivisme

     Aliran Progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam semua realita, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagunganya. progresivisme dinamakan instumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup untuk kesejasteraan , untuk mengembangkan kepribadian manusia. dinamakan eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekan suatu teori. progresivisme dinamakan environmentalisme karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian. 

tokoh-tokoh aliran Progresivisme. 

1. William James (11 Januari 1842-26 Agustus 1910) 

2. John Dewey (1859-1952) 

3.hans Vaihinger (1852-1933) 

4. Georges Santayana 

        Aliran filsafat progresivisime telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan pada abad ke-20, dimana telah meletakan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik . anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berfikir ,guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain, oleh karena itu filsafat progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. sebab pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi - pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik. 

Sabtu, 12 Januari 2013

Pendekatan Silang Budaya dalam Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing

Konsep pendekatan silang budaya sebagai pencitraan budaya Indonesia melalui pengajaran BIPA menunjukkan suatu wacana baru dalam pengajaran Bahasa Indonesia untuk penutur asing dengan menekankan pada pertumbuhan, perubahan, perkembangan dan kesinambungan yang menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dinamis dan bersinergi dengan kebutuhan masyarakat Informatif. Bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa di Asia yang berpotensi untuk pertukaran kebutuhan informasi dunia, karena ciri pluralistik masyarakat penuturnya. Bahasa Indonesia dan pendekatan silang budaya merupakan upaya “kembali ke etnisitas”. Terlepas dari penafsiran hegemoni sukuisme, dalam belajar bahasa Indonesia (khususnya bagi orang asing) merupakan realitas sosial bahwa pluralisme masyarakat Indonesia berbicara bahasa Indonesia dengan pola pikir, pola hidup dan berdasar nilai etnisitas, sehingga bersifat “Indonesianisasi tata krama komunikasi etnisitas” . 
Keragaman suku di Indonesia dapat dilihat sebagai perbedaan yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Perbedaan itulah yang dipelajari secara silang budaya untuk dilihat nilai-nilai psikologis masyarakatnya. Silang budaya antar-berbagai tradisi di nusantara baik dengan anasir kesatuan Indonesia sebagai “nation state”, maupun dengan asing sebagai rasional globalisasi tentunya akan membawa ke arah suatu perubahan yang dinamis. Budaya lokal akan melakukan filterisasi sebelum menjadi sebuah acuan.