Jumat, 27 April 2012

Aliran-aliran Dalam Pendidikan


Pada setiap aliran pendidikan memiliki pandangan yang berbeda dalam memandang perkembangan manusia. Hal ini berdasarkan atas faktor-faktor dominan yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi perkembangan manusia. Untuk memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai hal itu, maka berikut ini disajikan berbagai aliran dan gerakan-gerakan baru dalam pendidikan.

1.Aliran Progresivisme
Aliran Progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam semua realita, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua tantangan hidup manusia harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi keagunganya. progresivisme dinamakan instumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup untuk kesejasteraan , untuk mengembangkan kepribadian manusia. dinamakan eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekan suatu teori. progresivisme dinamakan environmentalisme karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian.
tokoh-tokoh aliran Progresivisme.
1. William James (11 Januari 1842-26 Agustus 1910)
2. John Dewey (1859-1952)
3.hans Vaihinger (1852-1933)
4. Georges Santayana
Aliran filsafat progresivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan pada abad ke-20, dimana telah meletakan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik . anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berfikir ,guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain, oleh karena itu filsafat progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. sebab pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar untuk hidup sebagai pribadi - pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik.
Adapun filsafat progresif memendang tentang kebudayaan bahea budaya sebagai hasil budi manusiayang tidak beku, melainkan selalu berkembang dan berunah. maka pendidikan sebagai usaha manusia yang merupakan refleksi dari kebudayaan itu haruslah sejiwa dengan kebudayaan itu.
untuk itu pendidikan sebagi alat untuk memproses dan dan mengkonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhirnya akan dapat memberikan warna dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan, sehingga keluaran yang dihasilkan (anak didik) adalah manusia-manusia yang berkualitas unggul, berko,petitif, dan kreatifsanggup menjawab tantangan zamanya. untuk itu sangat diperlukan kurikulum yang berpusat pada pengalaman , dimana apa yang telah diperoleh anak didik selama disekolah akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyatanya. dengan metode pendidikan "belajar sambil berbuat" (Learning By Doing) dan pemecahan masalah (problem Solving) dengan langkah-langkah menghadapi problem, mengajukan hipotesa.
2. Aliran Esensialisme.
Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal perabadan manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan Progresivisme. perbedaanya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana serta terbuka untuk perubahan , toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu, essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai kejelasan dan tahan lama yang memberikan kesetabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah filsafat yang membentuk corak Esen sial , akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya masing-masing yang disebu Essensialisme, karena timbul pada zaman itu, essensialisme adalah konsep meletakan sebagian ciri alam pikir modern, Essensialisme pertam-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. maka disusunlah konsep sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.
Tokoh-tokoh Aliran esensialisme.
1. George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)
2. George Santayana

3. Aliran Perenialisme
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh, Pernialisme berasl dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu . perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif, perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. jalan yang ditempuh oleh kaum perenialisme adalah dengan jalan mundur kebelakang, dengan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh. dalam pendidikan kaum perenialisme perpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat dari pada kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam prilaku pendidikan. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialis bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatianya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. perenialisme memnadang pendidikan sebagi jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.
perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi bad sekarang, jadi siakp kembali kemasa lapau itu merupakan konsep bagi perenialisme dimana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental, karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau, berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti : bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, matamatika dan ilmu pengetahuan alam dan lain-lain, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau.
Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai denga bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yaitu :
1. Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan oleh orang0orang besar.
2. Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karya tokoil tersebut untuk diri sendiri dan sebagi bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.

4. Aliran Konstruktivisme
Lebih dua dasa warsa terakhir ini , dunia pendidikan mendapat sumbangan pemikiran dari teori kontruktivisme sehingga banyak negara mengadakan perubahan secara mendasar terhadap sistem dan praktik pendidikan mereka bahkan kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pun tak luput dari pengaruh teori ini. Paul Suparno dalam "Filsafat Konstuktivitas dalam pendidikan " mencoba mengurai implikasi filsafat konstruktivisme dalam pendidikan.
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld) . pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.
Jean Piaget adalah Psikolog pertama yang menggunkan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuanya dikenal dengan teori adaptasi kognitif, sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup , demikian juga struktur pemikiran manusia, manusia bertentangan dengan tantangan , pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secara kognitif (mental). untuk itu manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. proses tersebut meliputi :

1. Skema adalah : struktur kognitif yang denganya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan.

2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinsi.


3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.

4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skemanya).
Kontruktivisme bisa dijadikan alat refleksi kritis bagi para penyusun kurikulum . pengambil kebijakan, dan pendidi untuk membuat pembaruan sistem dan praktik pendidikan kita sehingga perubahan-perubahab yang ada bukan sekedar di permukaan namun menukik ke Roh pendidikan itu sendiri.

5.  Aliran Empirisme
Aliran ini dimotori oleh seorang filosof berkebangsaan inggris yang raionalis bernama John Locke (1632-1704). Aliran ini bertolak dari Lockean tradition yang lebih mengutamakan perkembangan manusia dari sisi empirikyang secara eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan sebagai sisi internal manusia (Umar Tirtarahardja,2000:194). Secara etimologis empirisme berasal dari kata empiri yang berarti pengalaman. Pokok pikiran yang dikemukakan oleh aliran ini menyatakan bahwa pwngalaman adalah sumber pengetahuan, sedangkan pembawaan yang berupa bakat tidak diakuinya.
Menurut aliran empirisme bahwa pada saat manusia dilahirkan sesungguhnya dalam keadaan kosong bagaikan “tabula rasa” yaitu sebuah meja berlapis lilin yang tidak dapat ditulis apapun di atasnya. Sehingga pendidikan memiliki peran yang sangat penting bahkan dapat menentukan keberadaan anak. Pendidikan dikatakan “Maha Kuasa” artinya Pendidikan memiliki kekuasaan dalam menentukan nasib anak. John Locke menganjurkan agar pendidikan disekolah dilaksanakan berdasarkan atas kemampuan rasio dan bukan perasaan. Aliran ini meyakini bahwa dengan memberikan pengalaman melalui didikan tertentu kepada anak, maka akan terwujudlah apa yang diinginkan. Sementara itu pembawaan yang berupa kemampuan dasar yang dibawa seseorang sejak lahir diabaikan sama sekali. Penganut aliran ini masih berkeyakinan bahwa manusia dipandang sebagai makhluk yang dapat dimanipulasi karena keberadaannya yang pasif.


6.  Aliran Nativisme
Menurut Zahara Idris(1992:6) nativisme berasal dari bahasa latin nativus berarti terlahir. Seseorang berkembang berdasarkan pada apa yang dibawanya sejak lahir. Adapun inti ajarannya adalah bahwa perkembangan seseorang merupakan produk dari faktor pembawaanyang berupa bakat. Aliran ini dikenal juga dengan aliran pesimistik karena pandangannya yang menyatakan, bahwa orang yang “berbakat tidak baik” akan tetap tidak baik, sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik, Begitu pula sebaliknya. Namun demikian aliran ini berpendapat bahwa pendidikan sama sekali tidak berpengaruh terhadap perkembangan seseorang, sehingga bila pendidikan yang diberikan tidak sesuai dengan pembawaan seseorang maka tidak akan ada gunanya.

7.  Aliran Naturalisme
Pandangan yang ada persamaannya dengan nativisme adalah aliran naturalisme (Umar Tirtarahardja, 2000:197).Lahirnya aliran ini dipelopori oleh J.J Rousseau, yang mengamati pendidikan. Ditulis dalam bukunya yang berjudul “Emile” menyatakan bahwa anak yang dilahirkan pada dasarnya dalam keadaan baik. Anak menjadi rusak atau tidak baik karena campur tangan manusia (masyarakat). Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan hanya memiliki kewajiban memberi kesempatan kepada anak untuk tumbuh dengan sendirinya. Pendidikan sebaiknya diserahkan kepada alam. Oleh karena itu ciri utama aliran ini adalah bahwa dalam mendidik seorang anak hendaknya dikembalikan kepada alam agar penbawaan yang baik tersebut tidak dirusak oleh pendidik.

8.  Aliran Konvergensi
Aliran ini dipelopori oleh William Stern (1871-1938). Aliran ini semakin dikenal setelah kedua aliran sebelumnya yakni empirisme dan nativisme tidak lagi banyak memiliki pengikut. Inti ajaran konvergensi adalah bahwa bakat, pembawaan dan lingkungan atau pengalamanlah yang menentukan pembentukan pribadi seseorang. Sehubungan dengan hal itu teori. Konvergensi yang dikemukakan William Stern berpendapat bahwa:
Pendidikan memiliki kemungkinan untuk dilaksanakan, dalam arti dijadikan penolong kepada anak untuk mengembangkan potensi.
Yang membatasi hasil pendidikan anak adalah pembawaan dan lingkungannya.
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern, aliran konvergensi dipandang lebih realistis, sehingga banyak diikuti oleh para pakar pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar