Ketika diglosia diartikan sebagai adanya pembedaan
fungsi atas penggunaan bahasa dan bilingualisme sebagai adanya penggunaan dua
bahasa secara bergantian dalam masyarakat, maka Fishman menggambarkan hubungan
diglosia sebagai berikut:
(1) Bilingualisme dan
diglosia
Di dalam masyarakat yang dikarekterisasikan sebagai
masyarakat yang bilingualisme dan diglosia, hamper setiap orang mengetahui
ragam atau bahasa T dan ragam atau bahasa R. kedua ragam atau bahasa itu akan
digunakan menrurut fungsinya masing-masing, yang tidak dapat dipertukarkan.
(2) Bilingualisme tanpa
diglosia
Dalam masyarakat yang bilingualis tetapi tidak
diglosis tetdapat sejumlah individu yang bilingual, namun mereka tidak membatasi
penggunaan bahasa untuk satu situasi dan bahasa yang lain untuk situasi yang
lain pula. Jadi, mereka dapat menggunakan bahasa yang manapun untuk situasi dan
tujuan apapun.
(3) Diglosia tanpa bilingualisme
(3) Diglosia tanpa bilingualisme
Di dalam masyarakat yang beriri diglosia tapi tanpa
bilingualismre terdapat dua kelompok penutur. Kelompok pertama yang biasanya
lebih keil, merupakan kelompok ruling group yang hanya biara dalam bahasa T.
sedangkan kelompom kedua yang biasanya lebih besar, tidak memiliki kekuasaan
dalam masyarakat, hanya berbiara bahasa R. siatasi diglosia tanpa bilingualisme
banyak kita jumpai di Eropa sebelum perang dunia pertama.
(4) Tidak bilingualisme
dan tidak diglosia
Masyarakat yang tidak diglosia dan tidak bilingual
tentunya hanya ada satu bahasa dan tanpa variasi serta dapat digunakan untuk
segala tujuan. Keadaan in hanya mugnkin ada dalam masyarakat primitive atau
terpencil, yang dewasa ini tentunya sukar ditemukan. Masyarakat yang tidak
diglosia dan bilingual ini akan mencair apabila telah bersentuhan dengan
masyarakat lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar