Dalam bidang keilmuan, di negara kita telah mengalami polarisasi dan
membentuk kebudayaan sendiri. Polarisasi ini di dasrkan kepada kecenderungan
beberapa kalangan tetentu untuk memisahkan ilmu ke dalam dua golongan yaitu
ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Perbedaan ini semakin tajam seolah-olah
kedua golongan ilmu ini membentuk dirinya sendiri yang masing-masing terpisah
satu sama lain.
Ilmu-ilmu alam mempelajari dunia fisik yang relatif tetap dan mudah
dikontrol. Objek penelaahan ilmu-ilmu alam dapat dikatakan tidakpernah
mengalami perubahan dengan baik dalam perspektif waktu maupun tempat.
Ilmu-ilmu sosial menghadapi dua masalah yaitu :
- sukarnya melakuka pengukurankarena menguur aspirasi atau emosi seorang manusia adalah tidak semudah mengukur panjang sebuah logam.
- banyaknya variabel yang mempengaruhi tingkah laku manusia
Masalah ini menyebabkan ilmu-ilmu alam relatif maju dalam analisis
kuantitatif dibanding dengan ilmu-ilmu sosial. Sekiranya teori ilmu-ilmu sosial
merupakan alat bagi manusia untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, seperti
juga ilmu-ilmu alam, maka mau tidak mau jawaban yang diberikan ilmu-ilmu sosial
harus makin bertambah cermat dan tepat. Jelaslah bahwa ilmu termasuk ilmu-ilmu
sosial harus berkembang kearah ilmu yang kuantitatif kalau mau mempertahankan
diri sebagai pengetahuan yang fungsional dalam peradaban manusia. Untuk itu,
memang harus diperlukan usaha yang lebih sungguh-sungguh dari ilmuan bidang
sosial. Makalah pengukuran yang rumit dan variabel yang relatif banyak membutuhkan pengetahuan matematika dan
statistika yang lebih maju dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam.
Sistem pendidikan telah dipola sedemikian rupa sehingga justru yang kuat
dalam matematika dan statistika malah disalurkan kepada ilmu-ilmu alam.
Adanya dua kebudayaan yang terbagi ke dalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilu
sosial ini sayangnya masih terdapat di Indonesia . Hal ini dicerminkan
dengan adanya ilmu pasti-alam dan sosial-budaya dalam sistem pendidikan kita.
Adanya pembagian jurusan ini merupakan hambatan psikologis dan intelektual bagi
pengembangan keilmuan di negara kita.argumentasi yang sering dikemukakan
sebagai eksistensi pembagian jurusan ini didasarkan pola dua asumsi, yaitu :
1. bahwa manusia mempunyai bakat yang berbeda dalam dunia
pendidikan matematika yang mengharuskan kita mengembangkan pola pendidikan yang
berbeda-beda pula.
2. ilmu-ilmu sosial kurang memerlukan pengetahuan
matematika dapat menjurusan keahliannya di bidang keilmuan itu. Asumsi kedua
ini sudah ketinggalan zaman dan tidak dapat dipertahankan lagi.
Adapun tujuan pokok dalam pendidikan matematika yaitu:
1. Pendidikan Analitik
maka yang penting adalah penguasaan berpikir matematika yang memungkinkan
suatu analisis sampai terbentuknya rumus statistikatersebut.
2. Pendidikan Simbolik
maka yang penting pengetahuan mengenai kegunaan rumus tersebut serta
penalaran deduktif dalam penyusunan meskipun tidak secara seluruhnya merupakan
analisis matematik.
Pendekatan pendidikan matematika ini tidak akan bisa memecahkan semua persoalan.
Namun, paling tidak terdiri suatu jalan keluar yang pragmatis dari dilema yang
dihadapi sistem pendidikan kita. Yang pasti adalah bahwa dalam tahap
perkembangan sekarang ini pembagia jurusan dalam sistem pendidikan kita
berdasarkan bidang keilmuan sudah tidak dapat dipertahankan lagi.
izin copas yaa buat nambah refrensi makalahku.. makasiihh
BalasHapus