Penyair PH. Joko
pinurbo lahir 11 Mei 1962 di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Pada 1981
tamat dari SMA Seminari Mertoyudan, Magelang. Pada 1987 lulus dari IKIP (
sekarang Universitas ) Sanata Dharma, Yogyakarta .
Kemudian mengajar di almamaternya sambil membantu di majalah Basis. Sejak 1992
bergabung dengan kelompok Gramedia. Sealin menulis dan menyunting naskah,
mengajar dan berceramah, ia ikut mengelola majalah Mata Baca dan jurnal Puisi.
Pinurbo gemar megarang puisi sejak
di Sekolah Menengah Atas. Puisi-puisinya terbit di berbagai surat kabar, majalah/jurnal, dan
antologi/buku. Sering diundang baca puisi di berbagai temapat, termasuk di
beberapa forum/festival sastra antar bangsa. Sampai sekarang penyair yang punya
hobi merokok dan menonton siaran sepak boal ini bermukim di Yogyakarta.
Buku kumpulan puisinya yang suadah
terbit adalah Selamat Malam ( 1986, stensilan ), Parade Kambing ( 1986:
stensilan ), dimuat antologi 32 penyair Yogya Tugu
( 1986 ), Celana
( 1999 ), Di Bawah Kibaran Sarung ( 2001 ), Pacar kecilku ( 2002 ), Trouser
Doll ( versi bahasa Inggris Celana, 2002 ), dan Telepon Genggam ( 2003 ).
Penghargaan sastra pernah ia terima : Penghargaan Buku Puisi Pusat kesenian
Jakarta 1998-2000, Hadiah Sastra Lontar 2001, Sih Award 2001, Penghargaan
Sastra Pusat Bahasa 2002. ia juga masuk nominasi Khatulistiwa Literary Award
2001, 2002, 2003
( Joko Pinurbo,
2003 ).
Karya puisi Pinurbo memiliki
keunikan dan kesegaran tersendiri. Puisi-puisinya banyak menceritakan hal ihwal
kehidupan sehari-hari, dari hal yang wajar untuk dikemukakan sampai kepada hal
yang tabu ( menurut masyarakat ), semuanya dikupas, diolah, dan dipoles
sehinggah menajdi suatu karya yang indah dan mudah untuk dibaca. Ini dapat
dilihat dalam buku kumpulan puisinya “ Celana “ dan “ Di Bawah Kibaran Sarung “
Puisi Jokpin yang memakai imaji
celana menjadi pembukaan (pengantar) dari pencapaian estetika mutakhir. ...
Jokpin pada akhirnya identik dengan kekuatan humor yang tragis dengan
intensitas dan konsistensi yang kuat dan memberi pengaruh besar dalam perpuisian
Indonesia
mutakhir. … Legitimasi terhadap Joko Pinurbo menunjukkan bahwa ada pembaharuan
dalam tradisi besar puisi lirik dan keinginan untuk menempuh jalan lain yang
berbeda dengan yang sudah ditempuh oleh penyair Sutardji Calzoum Bachri dan
Afrizal Malna. … Ikhtiar untuk menjauh dari lirik dan mengon-struksi identitas
penyair yang dilakukan Jokpin ditempuh dengan pilihan-pilihan dan keputusan
dalam kegelisahan. … Kegelisahan itu kemungkinan terkait dengan teknik dan gaya penulisan. Keputusan
dan pilihan besar akhirnya menjadikan Jokpin memiliki identitas berbeda dengan
penyair lain dalam keunikan dan kekuatan yang mengagumkan.
Dilihat dari puisi-puisinya terlihat
bahwa dia banyak mengikuti gaya
dan bentuk puisi Sapardi Djoko Damono. Ini diakuinya, dengan mengatakan bahwa
dari sekian banyak penyair Indonesia, Sapardilah yang menjadi idola dan
panutannya, karya Sapardi yang menjadi idoalnya, juga sering memberikan
tanggapan, kritikan, dan masukan yang penting untukkarya PH. Joko pinurbo,
salahsatunya sebagai berikut :
“ Joko pinurbo penyair ini menulis
sajak-sajak yang sebagian merupakan tanggapan terhadap segala sesuatu yang
terjadi d sekeliling kita. Usahanya itu dialakukan dengan menggunakan hal-hal
sehari-hari yang bagi kebanyakan penyair mungkin dianggap tiadak perlu sebagai
sarana puitik. Penggunaan hal-hal sehari-hari tentu saja tidak sepenuhnya baru
dalam perpuisian kita, tetapi Joko Pinurbo menyatukannya dengan renungan
mengenai hakikat hidup. Usaha ini tentu tiadak mudah, iulah antara lain
sebabnya sajak-sajaknya juga tidak “ mudah “. Berbeda dengan kecendrungan puisi
lirik umumnya, ia menggunakan anasir naratif
untuk menyampaikan penghayatannya itu, namun sjak-sajak tidak kehilangan
personanya sebagai dunia rekaan yang prismatis “
( Sapardi Djoko
Damono, catatan naskah Di Bawah Kibaran Sarung, 2001 ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar