Kamis, 19 April 2012

Tentang Penyair PH. Joko pinurbo


          Penyair PH. Joko pinurbo lahir 11 Mei 1962 di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Pada 1981 tamat dari SMA Seminari Mertoyudan, Magelang. Pada 1987 lulus dari IKIP ( sekarang Universitas ) Sanata Dharma, Yogyakarta. Kemudian mengajar di almamaternya sambil membantu di majalah Basis. Sejak 1992 bergabung dengan kelompok Gramedia. Sealin menulis dan menyunting naskah, mengajar dan berceramah, ia ikut mengelola majalah Mata Baca dan jurnal Puisi.
            Pinurbo gemar megarang puisi sejak di Sekolah Menengah Atas. Puisi-puisinya terbit di berbagai surat kabar, majalah/jurnal, dan antologi/buku. Sering diundang baca puisi di berbagai temapat, termasuk di beberapa forum/festival sastra antar bangsa. Sampai sekarang penyair yang punya hobi merokok dan menonton siaran sepak boal ini bermukim di Yogyakarta.
            Buku kumpulan puisinya yang suadah terbit adalah Selamat Malam ( 1986, stensilan ), Parade Kambing ( 1986: stensilan ), dimuat antologi 32 penyair Yogya Tugu
( 1986 ), Celana ( 1999 ), Di Bawah Kibaran Sarung ( 2001 ), Pacar kecilku ( 2002 ), Trouser Doll ( versi bahasa Inggris Celana, 2002 ), dan Telepon Genggam ( 2003 ). Penghargaan sastra pernah ia terima : Penghargaan Buku Puisi Pusat kesenian Jakarta 1998-2000, Hadiah Sastra Lontar 2001, Sih Award 2001, Penghargaan Sastra Pusat Bahasa 2002. ia juga masuk nominasi Khatulistiwa Literary Award 2001, 2002, 2003
( Joko Pinurbo, 2003 ).
            Karya puisi Pinurbo memiliki keunikan dan kesegaran tersendiri. Puisi-puisinya banyak menceritakan hal ihwal kehidupan sehari-hari, dari hal yang wajar untuk dikemukakan sampai kepada hal yang tabu ( menurut masyarakat ), semuanya dikupas, diolah, dan dipoles sehinggah menajdi suatu karya yang indah dan mudah untuk dibaca. Ini dapat dilihat dalam buku kumpulan puisinya “ Celana “ dan “ Di Bawah Kibaran Sarung “
            Puisi Jokpin yang memakai imaji celana menjadi pembukaan (pengantar) dari pencapaian estetika mutakhir. ... Jokpin pada akhirnya identik dengan kekuatan humor yang tragis dengan intensitas dan konsistensi yang kuat dan memberi pengaruh besar dalam perpuisian Indonesia mutakhir. … Legitimasi terhadap Joko Pinurbo menunjukkan bahwa ada pembaharuan dalam tradisi besar puisi lirik dan keinginan untuk menempuh jalan lain yang berbeda dengan yang sudah ditempuh oleh penyair Sutardji Calzoum Bachri dan Afrizal Malna. … Ikhtiar untuk menjauh dari lirik dan mengon-struksi identitas penyair yang dilakukan Jokpin ditempuh dengan pilihan-pilihan dan keputusan dalam kegelisahan. … Kegelisahan itu kemungkinan terkait dengan teknik dan gaya penulisan. Keputusan dan pilihan besar akhirnya menjadikan Jokpin memiliki identitas berbeda dengan penyair lain dalam keunikan dan kekuatan yang mengagumkan.
            Dilihat dari puisi-puisinya terlihat bahwa dia banyak mengikuti gaya dan bentuk puisi Sapardi Djoko Damono. Ini diakuinya, dengan mengatakan bahwa dari sekian banyak penyair Indonesia, Sapardilah yang menjadi idola dan panutannya, karya Sapardi yang menjadi idoalnya, juga sering memberikan tanggapan, kritikan, dan masukan yang penting untukkarya PH. Joko pinurbo, salahsatunya sebagai berikut :
            “ Joko pinurbo penyair ini menulis sajak-sajak yang sebagian merupakan tanggapan terhadap segala sesuatu yang terjadi d sekeliling kita. Usahanya itu dialakukan dengan menggunakan hal-hal sehari-hari yang bagi kebanyakan penyair mungkin dianggap tiadak perlu sebagai sarana puitik. Penggunaan hal-hal sehari-hari tentu saja tidak sepenuhnya baru dalam perpuisian kita, tetapi Joko Pinurbo menyatukannya dengan renungan mengenai hakikat hidup. Usaha ini tentu tiadak mudah, iulah antara lain sebabnya sajak-sajaknya juga tidak “ mudah “. Berbeda dengan kecendrungan puisi lirik umumnya, ia menggunakan anasir naratif  untuk menyampaikan penghayatannya itu, namun sjak-sajak tidak kehilangan personanya sebagai dunia rekaan yang prismatis “
( Sapardi Djoko Damono, catatan naskah Di Bawah Kibaran Sarung, 2001 ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar