Istilah bilingualisme dalam bahasa
Indonesia disebut juga kedwibahasaan (Chaer, 2004:84). Dari istilah
yang dikemukakan oleh Chaer di atas, dapat dipahami bahwa bilingualisme atau
kedwibahasaan berkenaan dengan pemakaian dua bahasa oleh seorang penutur dalam
aktivitasnya sehari-hari.
Selain kedua pengertian menurut dua ahli
di atas, ada juga Diebold (Chaer, 2004:86) yang menyebutkan adanya
bilingualisme atau kedwibasaan pada tingkat awal (incipient bilingualism).
Menurut Diebold, bilingualisme tingkat awal ini ‘…yaitu bilingualisme yang
dialami oleh orang-orang, terutama oleh anak-anak yang sedang mempelajari
bahasa kedua pada tahap permulaan. Pada tahap ini bilingualisme masih sederhana
dan dalam tingkat rendah’.
Jika melihat pernyataan Diebold, benar
kiranya apabila kedwibahasaan yang banyak digunakan oleh orang-orang adalah
kedwibahasaan atau bilingualisme pada tingkat awal. Dalam kegiatan sehari-hari
tentunya kita pun tanpa disadari hampir selalu melaksanakan bilingualisme pada
tingkat awal ini. Namun, kebanyakan orang pada masa sekarang cenderung tidak
menguasai kedua bahasa yang digunakannya dengan tepat.
Selain itu, Chaer (2004:86) mengutip
pendapat Lado bahwasanya bilingualisme adalah kemampuan menggunakan bahasa
oleh seseorang sama baik atau hampir sama baiknya, yang secara teknis mengacu
pada pengetahuan dua buah bahasa bagaimana pun tingkatnya. Pendapat Lado
tersebut rasanya mendukung pernyataan Diebold tentang incipient
bilingualisme, karena Lado tidak menyebutkan sebagaimana Bloomfiled bahwa
penguasaan seseorang yang menganut bilingualisme terhadap bahasa keduanya harus
sama dengan bahasa pertama yang digunakan.
Terlepas dari ada atau tidaknya
pengetahuan seseorang mengenai sistem kedua bahasa yang digunakan, setidaknya
penutur telah mengenal bahasa atau istilah-istilah bahasa yang digunakannya.
Hal itu senada dengan Chaer (2004:84) yang mengemukakan,
Untuk dapat menguasai dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai
kedua bahasa itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya
(disingkat B1), dan yang kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya
(disingkat B2).
Permasalahan mengenai kedwibahasaan
kiranya terasa erat sekali dengan perkembangan kebahasaan masyarakat Indonesia .
Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia
menggunakan lebih dari satu bahasa, yaitu bahasa ibu mereka (bahasa daerah) dan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Penggunaan bahasa daerah disebut juga
sebagai penggunaan bahasa pertama, sementara penggunaan bahasa Indonesia
disebut juga sebagai penggunaan bahasa kedua. Penggunaan bahasa yang seperti
itu disebut sebagai diglosia (Aslinda dkk., 2007:26). Pengertian diglosia boleh dikatakan sama dengan
bilingualisme, tetapi diglosia lebih cenderung dipakai untuk menunjukkan
keadaan masyarakat tutur, yakni terjadinya alokasi fungsi dari dua bahasa atau
ragam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar