Sekiranya
teori ilmu-ilmu sosial merupakan alat bagi manusia untuk memecahkan masalah
yang dihadapi, sepert juga ilmu-ilmu alam, maka mau tidak mau jawaban yang
diberikan ilmu-ilmu sosial harus semakin cermat dan tepat. Untuk mengkaji suatu
masalah sosial secara cermat dan tepat maka hokum penawaran permintaan yang
bersifat kualikatif tida lagi memenuhi syarat.
Untuk itu
memang diperlukan usaha yang lebih sungguh-sungguh dari ilmuwan bidang sosial. Makalah pengukuran yang rumit dan variabel
yang relative banyak yang membutuhkan pengetahuan mateamatika dan statistika
yang lebih maju dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam. Disinilah justru ironi
kontradiksinya yang terjadi dalam pengembangan almu-ilmu sosial. Menghadapi
kesukaran dalam pengukuran ini maka ilmu sosial justru bersifat regresif dan
membentuk dunianya sendiri yang semakin menjauhkan diri dari kajian matematika
dan statistika. System pendidikan telah dipola sedemikian rupa sehingga justru
yang kuat dalam matematika dan statistika malah disalurkan kepada ilmu-ilmu
alam.
Ada baiknya kita memikirkan alternative yang
mungkin bisa dilaksanakan sekiranya bahwa asumsi yang sudah lama kita percayai
tersebut ternyata adalah benar. Salah satu cara untuk sampai ke arah sana
adalah dengan jalan mengkaji apa yang sebenarnya menjadi tujuan matematika :
atau dengan perkataan lain apa hakikat matematika dan kaitannya dengan dengan
ekssitensi ilmu.
Jadi jika sekiranya memang diperlukan pola
pendidikan yang berbeda, maka alternatif yang dapat ditempuh bukanlah pembagian
jurusan berdasarkan bidang keilmuan, melainkan bedasarkan tujuan pendidikan
matematika. Pada tahap pendidikan yang tepat maka seseorang diperkenankan untuk
memilih jurusan berdasarkan bakat matematikanya. Pembagian jurusan semacam itu
bukan saja tidak akan menghalangi kemajuan seluruh bidang keilmuan namun juga
akan meningkatkan mutu keilmuan itu sendiri.
Peningkatan pendidikan keilmuan harus ditekankan
kepada penguasaan cara berpikir ilmiah
yang yang diropang oleh sarana-sarana berpikir ilmiah termasuk matematika dan
statistika. Tanpa pengembangan saran ini, maka maka ilmu akan sulit untuk
berkembang dengnan pesat.
Tentu saja pendekatan dikotomi dalam pendekatan
pendidikan matematika ini tidak akan bisa memecahkan semua persoalan, namun
paling tidak, terdapat suatu jalan keluar yang pragmatis dari dilemma yang
dihadapi system pendidikan kita. Sebenarnya mengganti sistem dikotomi yang satu
dengan dikotomi yang lain tidak memecahkan suatu masalah secara keseluruhan.
Namun dalam sistem pendidikan kita, sikap berhati-hati sangat diperlukan .
Suatu usaha yang fundamental dan sistematis dalam
menghadapi masalah ini perlu diusahakan. Adanya dua pola kebudayaan dalam
bidang keilmuan kita bukan saja meruakan sesuatu yang merupakan regresif
melainkan juga destruktif, bukan saja kemajuan ilmu itu sendiri, melainkan juga
bagi pengembangan peradaban secara keseluruhan. Tak ada pilihan lagi : tembok
itu harus dirubuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar