Dihubungkan
dengan psikolinguistik, ada tiga teori akuisisi bahasa yang akan diuraikan pada
bagian ini. Ketiga teori akuisisi bahasa itu ialah ( 1 ) teori behavioristik, (
2 ) teori navistik, dan ( 3 ) teri
kognitif.
1. Teori
Akuisisi Bahasa yang Behavioristik
Anak yang lahir dianggap kosong dari
bahasa. Mereka berpendapat bahwa anak yang lahir tidak membawa kapasitas atau
potensi bahasa. Anak yang lahir kedunia ini seperti kain putih tanpa
catatan-catatan, lingkungannyalah yang membentuknya perlahan-lahan dikondisi
oleh lingkungan dan pengukuhan terhadap tingkah lakunya.
Dikaitkan dengan akuisisi bahasa,
teori behavioris mendasarkan proses
akuisisi itu melalui perubahan tingkah laku yang teramati. Gagasan
behavioristik terutama didasarkan pada teori belajar yang pusat perhatian
tertuju pada peranan lingkungan, baik verbal maupun nonverbal. Seperti kita
ketahui teori belajar behavioris menjelaskan perubahan tingkah laku dengan
menggunakan model Stimulus ( S ) dan Respon ( R ).
Bagi kaum behavioris bahasa adalah
keseluruhan tingkah laku manusia ynag mendasar yang berkembang sejak anak
lahir. Pendekatan kaum behavioris dipusatkan pada pola tingkah laku berbahasa
manusia yang diwujudkan melalui hubungan antara stimulus dan respon yang
berlangsung disekeliling manusia. Bahasa merupakan seperangkat kebiasaan yang
diperoleh melalui proses belajar, sedangkan faktor bawaan hanyalah merupakan
potensi herediter.
2. Teori
Akuistik yang Mentalistik
Studi akuisisi bahasa telah mendapat
perkembangan yang mengagumkan setelah muncul aliran baru dalam linguistic,
yakni aliran Transformasi atau aliran Transformasi Ganeratif. Chomsky ( 1968 )
berpendapat bahwa ujaran anak-anak dapat dipengaruhi oleh kaidah-kaidah yang
mereka dengar. Kaidah-kaidah bahasa yang mereka dengar itu mereka gunakan
ketika mereka menggunakan bahasa.
Bagi kaum mentalis atau rasionalis
atau nativis, proses akuisisi bahasa bukan karena hasil proses belajar, tetapi
katrena sejak lahir anak telah memiliki sejumlah kapasitas atau potensi bahasa
yang akan berkembang sesuai dengan kematangan intelektualnya.
Satu hal yang perlu mendapat
perhatian dalam kaitannya dengan pandangan kaum mentalis ini, ialah penemuan
mereka tentang sistem bekerjanya bahasa anak. Chomsky, McNeil dan kawan-kawan
mereka
menyatakan bahwa perkembangan bahasa anak bukanlah perubahan rangkaian
proses yang berlangsung sedikit demi sedikit pada struktur bahasa yang tidak
benar, dan juga bukanlah stadia mula yang banyak salahnya jika dibandingkan
dengan stadia lanjut. Akuisisi bahasa setiap stadia merupakan stadia yang
bersistem yang terbentuk dari kelengkapan-kelengkapan bawaan ditambah dengan
penglaman anak ketika ia melaksanakan sosialisasi diri. Kelengkapan bawaan ini
diperluas, dikembangkan, bahkan diubah.
3. Teori Bahasa
yang Kognitif
Bagi penganut teori ini, kaidah
generatif yang dikemukakan oleh kaum mentalis sangat bstrak, formal, dan
eksplisit serta sangat logis. Mereka baru mengemukakan secara eksplisit
bentuk-bentuk bahasa dan belum menyangkut yang terdalam pada lapisan bahasa,
yakni ingatan, persepsi, pikiran, makna, dan emosi yang saling berpengaruh
dalam struktur jiwa manusia. Ahli bahasa mulai melihat bahwa bahasa adalah
manifestasi dari perkembangan umum yang merupakan aspek kognitif dan afektif
yang menyatakan tentang dunia dan dunia diri manusia itu sendiri.
Teori
kognitif menekankan hasil kerja mental, hasil pekerjaan yang nonbehavioris.
Proses-proses mental dibayangkan sebagai yang secara kualitatif berbeda dari
tingkah laku yang dapat diobservasi. Titik awal teori kognitif adalah anggapan
terhadap kapasitas kognitif anak dalam
menemukan struktur di dalam bahasa yang ia dengar di sekelilingnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar